Hama Wereng : MT Padi MH 2017-2018 Tabalong
- Eka Rismawina, SP
- Apr 27, 2018
- 8 min read
Wereng adalah hama yang biasa menyerang tanaman padi, wereng menyerang pada berbagai fase kehidupan tanaman padi. Fase kehidupan tanaman padi berdasarkan umurnya terbagi menjadi tiga fase; fase vegetatif yakni 0-60 hari, fase generatif (60-90 hari) dan fase pemasakan 90-120 hari (http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/tahukah-anda/358-tiga-fase-pertumbuhan-padi diakses 26 Febuari 2018).
Di Indonesia, populasi wereng sering ditemukan dalam jumlah yang tinggi, sehingga mengakibatkan keringnya tanaman padi atau disebut hoppperburn (Baehaki dan Widiarta, 2009). Pada tanaman padi terdapat empat jenis wereng, yaitu wereng coklat (Nilapavarta lugens Stal.), wereng punggung putih (Sogatella furcifera Horv.), wereng hijau (Nephotettix virescens Distant), dan wereng loreng (Recilia dorsalis). Dua jenis wereng yang disebut awal disebut wereng batang (plant hopper) sedangkan dua jenis wereng yang terakhir disebut wereng daun (leaf hopper) (Suwarno, dkk., 2013 dalam Kesek, Magdalena M. ; Janjte Pelealu; Noni N. Wanta; Juliet M. E. Mamahit; ----).

Gambar 1. Berbagai jenis hama wereng (atas kiri : wereng cokelat, atas kanan : wereng punggung putih, bawah kiri : wereng zig-zag atau loreng, bawah kanan : wereng hijau/daun)
Salah satu wereng yang paling banyak dijumpai dilapangan yakni wereng hijau dan wereng cokelat. Wereng cokelat sendiri di lapangan terdiri atas beberapa populasi, ditandai oleh ragam warna tubuh, ada yang hitam, cokelat, merah, dan kombinasi dari warna tersebut (Baehaki SE. dan I Made Jana Mejaya, 2014).
Masyarakat tabalong mengenali penampakan wereng sebagai serangga kecil yang mereka sebut mirip dengan rangit atau serangga kecil, yang seringkali keberadaannya dapat diidentifikasi jika rumpun-rumpun tanaman padi disibak, maka akan banyak muncul hama yang beterbangan berhamburan.
Wereng sangat berbahaya karena merupakan hama yang sangat mudah menyebar. Wereng cokelat salah satunya yang sangat berbahaya, ia merupakan hama yang bersifat kosmopolit, menyerang pertanaman padi di berbagai negara di Asia. Wereng cokelat bergerak dari daerah satu ke daerah lainnya dan dari negara satu ke negara lainnya. Hal ini disebabkan karena wereng cokelat dapat migrasi sampai 200 km, bahkan dapat lebih jauh lagi dari daratan China dan Vietnam Selatan bermigrasi ke Jepang dan Korea (Watanabe at al. 2009 dalam Baehaki SE. dan I Made Jana Mejaya, 2014).
Hama wereng merusak dengan mengisap cairan tanaman padi. Wereng cokelat adalah serangga pencucuk dan pengisap, terutama mengisap getah floem, mengurangi klorofil dan kandungan protein daun, serta mengurangi laju fotosintesis (Watanabe dan Kitagawa 2000 dalam Baehaki SE. dan I Made Jana Mejaya, 2014). Kumpulan imago dan nimfa hama wereng cokelat akan mengisap cairan tanaman, yang mengakibatkan tanaman menjadi merana, tumbuh kedil, daun mulai kuning, layu dan akhirnya menimbulkan gejala serangan wereng cokelat yang disebut hopperburn atau mati kering (Baehaki SE. dan I Made Jana Mejaya, 2014).
Selain wereng cokelat, hama yang menjadi kendala dalam produksi tanaman padi ialah wereng punggung putih. Hama ini mampu membentuk populasi besar dalam waktu singkat dan merusak tanaman pada fase pertumbuhan (Herlinda, dkk., 2008 dalam Kesek, Magdalena M. ; Janjte Pelealu; Noni N. Wanta; Juliet M. E. Mamahit; ----). S. furcifera merupakan hama yang merusak batang tanaman padi dengan cara menggerek dan menghisap batang padi yang menyebabkan pembentukan anakan tertunda, pembentukan butir-butir padi berkurang, tanaman terlihat seperti terbakar, dan akhirnya mati karena cairan tanaman dihisap (Sjakoer, 2010 dalam Kesek, Magdalena M. ; Janjte Pelealu; Noni N. Wanta; Juliet M. E. Mamahit; ----).
Wereng menjadi hama yang berlipat bahayanya karena selain ia merusak tanaman padi dengan cara mengisap tanaman, hama wereng juga menjadi vektor penyebab penyakit yang menyebabkan tanaman padi dapat mengalami puso. Wereng cokelat merupakan vektor virus, sehingga pada saat mencucuk dapat menularkan penyakit virus kerdil rumput (rice grassy stunt virus = VKR) dan virus kerdil hampa (rice ragged stunt virus = VKH). (Baehaki SE. dan I Made Jana Mejaya, 2014).
Selain wereng cokelat, wereng hijau juga merupakan salah satu hama utama yang sering menyebabkan kerusakan pada tanaman padi, karena hama tersebut dapat menularkan (vektor) penyakit tungro. Kerusakan yang diakibatkan oleh wereng hijau dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung karena kemampuan wereng hijau menghisap cairan sel tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan secara tidak langsung dapat menjadi vektor penyakit tungro (Meidiwarman, 2008 ; Mariati, 1999 dalam Kesek, Magdalena M. ; Janjte Pelealu; Noni N. Wanta; Juliet M. E. Mamahit; ----).
Di Indonesia terdapat empat spesies wereng hijau, yaitu Nephotettix virescens, N. nigropictus, N. malayanus, dan N. parvus. Di antara empat spesies tersebut, N. virescens merupakan vektor yang paling efisien dalam menularkan kompleks virus penyebab penyakit tungro (Widiarta, 2005 dalam Kesek, Magdalena M. ; Janjte Pelealu; Noni N. Wanta; Juliet M. E. Mamahit; ----). Gejala serangan penyakit virus tungro pada tanaman padi tergantung ketahanan tanaman dan umur tanaman sewaktu terinfeksi. Secara garis besar gejala-gejala virus tungro tersebut adalah sebagai berikut (Departemen Pertanian, 1986):
Daun-daun menjadi berwarna kuning oranye atau jingga dan daun-daun muda yang baru keluar memendek dan menggulung.
Pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil.
Anakan berkurang.
Bila serangan telah terjadi, sejak di pesemaian atau pada tanaman muda yang berumur kurang dari satu bulan, bulir yang dihasilkan relatif lebih kecil, bahkan bila serangan berat, tanaman tidak menghasilkan bulir sama sekali.
Namun bila infeksi terjadi setelah tanaman berbunga atau berumur kira-kira 60 hari, hasil tanaman tidak berpengaruh

Gambar 2. Gejala serangan virus tungro pada tanaman padi (http://www.knowledgebank.irri.org/training/fact-sheets/pest-management/diseases/item/tungro diakses 27 April 2018)
Sedangkan untuk Gejala penyakit kerdil rumput (rice grassy stunt virus atau VKR) menurut BPTP Jawa Barat (2010) adalah ditunjukkan pada tanaman padi yang sakit akibat tertular virus kerdil rumput akan dapat sama sekali tidak menghasilkan gabah. Tanaman yang sakit kerdil rumput umumnya mempunyai banyak anakan, tumbuh kerdil, dan tegak seperti rumput. Daun-daun memendek dan sempit, bewarna hijau kekuningan dan penuh dengan bercak coklat seperti karat. Selain gejala umum tadi akhir -akhir ini juga ditemukan gejala penyakit kerdil rumput tipe-2 berupa tanaman agak kerdil, daun kaku berwarna kuning jingga, dan anakan sedikit.

Gambar 3. Penyakit virus kerdil rumput (rice grassy stunt virus/ VKR) (http://www.knowledgebank.irri.org/training/fact-sheets/pest-management/diseases/item/rice-grassy-stunt)
Selain VKR wereng cokelat juga menjadi vektor dari penyakit kerdil hampa atau rice ragged stunt virus atau VKH (BPTP Jawa Barat, 2010).Tanaman padi yang sakit kerdil hampa menjadi kerdil, daun melintir, tepi daun bergerigi, terdapat garis-garis berwarna putih pada pelepah, anakan bercabang, dan warna daun menjadi hijau tua. Pada suatu hamparan, pertanaman yang tertular berat oleh kerdil hampa tampak tidak tumbuh merata,karena tinggi tanaman tidak seragam. Malai yang terbentuk dari tanaman sakit tidak keluar sempurna, sehingga gabah yang dihasilkan hampa.

(a)

(b)
Gambar 3a dan 3b. Penyakit kerdil hampa,rice ragged stunt virus (https://www.google.com/search?q=rice+ragged+stunt+virus&client=firefox-b&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjE54T9jNvaAhXIK48KHSAHDncQ_AUICigB&biw=1366&bih=654#imgrc=-zFFAQrAvGAJkM: diakses 27 April 2018)
Akibat kombinasi berbagai hal maka ledakan wereng cokelat dapat terjadi, hal ini dipicu oleh (Baehaki SE. dan I Made Jana Mejaya, 2014) :
perubahan iklim global yang mempengaruhi sikap hama terhadap tanaman padi. La Nina dengan curah hujan yang tinggi menimbulkan kelembaban yang tinggi pada musim kemarau dapat mengaktifkan sifat ontogeni wereng cokelat untuk berkembang dengan populasi yang tinggi.
Tanam tidak serempak merupakan pemicu kedua ledakan wereng cokelat. Petani bertanam padi saling mendahului karena air selalu mengalir dan harga gabah cukup tinggi,
Menanam varietas rentan wereng, bahkan pada saat terjadi ledakan wereng cokelat banyak petani yang menanam varietas rentan seperti IR42, Muncul, hibrida, dan ketan Derti.
Ledakan hama wereng cokelat juga dipicu oleh penggunaan insektisida yang tidak akurat oleh lebih 90% petani menjadi penyebab tidak turunnya populasi wereng cokelat, ditambah lagi dengan71% dari jumlah petani tersebut masih menggunakan insektisida bukan anjuran. Data lain menunjukkan 60% petani SLPHT dan 65% petani non-SLPHT menggunakan insektisida, baik yang dianjurkan maupun yang tidak dianjurkan, secara keliru. Hal tersebut disebabkan melemahnya disiplin monitoring hama wereng cokelat oleh petani yang menambah kerusakan tanaman padi.
Begitu pentingnya hama wereng cokelat hingga menyebabkan dikeluarkannya beberapa kebijakan pemerintah untuk mengatasi hama ini. Dan sebuah kesadaran muncul melalui kebijakan yang diterbitkan pemerintah Indonesia pada tahun 1986, yakni dikeluarkannya Inpress No. 3 yang melarang penggunaan 57 formulasi insektisida untuk mengendalikan wereng cokelat, karena dampak penggunaan berbagai pestisida menimbulkan gejala resurgensi.
Akibat seriusnya hama wereng ini maka Baehaki SE. dan I Made Jana Mejaya (2014) menekankan bahwa langkah dan cara pengendalian hama wereng cokelat ini direkomendasikan dengan melakukan triangle strategies (sosial, teknologi, dan kebijakan pemerintah). Strategi ini tentu saja dapat tercipta dengan cara melakukan sinergi antara penyuluh, POPT, kelompoktani, petani dan pemerintah daerah. Strategi tersebut yaitu :
Rekayasa ekologi dengan pupuk organik sebagai pengkayaan predator
Rekayasa ekologi dengan bunga untukpengkayaan parasitoid
Lampu perangkap hama () sebagai pendeteksi wereng makroptera betina/jantan imigran yang pertama kali datang di pesemaian atau pertanaman. Alat ini penting untuk mengetahui kehadiran wereng imigran dan dapat menangkap wereng dalam jumlah besar.
Monitoring penuntasan pengendalian wereng Cokelat Generasi 1
Seorang pengamat hama perlu menentukan puncak populasi imigrasi awal sebagai generasi nol (G0); pada 25-30 hari kemudian migran I akan menjadi imago wereng cokelat generasi ke-1, pada 25-30 hari kemudian akan menjadi imago wereng cokelat generasi ke-2, pada 25-30 hari kemudian akan menjadi imago wereng cokelat generasi ke-3. Setelah generasi ke-3 hama wereng cokelat menyerang secara berat tanaman padi dan populasinya akan menurun karena persediaan makanan telah rusak.
Pengamatan wereng cokelat di pertanaman dan pengendalian berdasar musuh alami
Pengamatan atau monitoring wereng cokelat dilakukan setiap 1-2 minggu sekali untuk memantau jumlah wereng cokelat, musuh alami laba-laba, Paederus, Ophionea, Coccinella dan Cyrtorhinus pada minggu ke-i. Tindakan pengendalian wereng cokelat ditentukan oleh kepada keberadaan musuh alami dan taksiran harga gabah saat panen. Pengendalian wereng cokelat secara rinci telah dijelaskan pada Strategi Fundamental Pengendalian Hama Wereng Batang Cokelat dalam Pengamanan Produksi Padi Nasional (Baehaki 2011c
Tanam serempak
Teknologi pengendalian wereng cokelat sudah berkembang, namun penerapan di lapangan, banyak yang tidak berhasil, karena melupakan sosial kemasyarakatan,di antaranya tidak ada kesepakatan waktu tanam
Pengendalian wereng cokelat dapat dilakukan berdasarkan tangkapan lampu perangkap atau berdasarkan monitoring di pertanaman.
Penggunaan insektisida harus diimplementasikan pada saat populasi wereng cokelat mencapai ambang ekonomi terbaru dan harga gabah saat panen.
BPTP Jawa Barat (2010) menyebutkan tentang cara pengendalian penyakit virus kerdil rumput dengan cara memutus hubungan antara wereng coklat dengan virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput dan tanaman padi. Yaitu dengan melakukan Eradikasi tanaman padi atau ratun yang tertular virus, dan tidak menanam padi untuk beberapa saat (selama 1-2 bulan) adalah cara-cara paling penting untuk mengendalikan penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput. Namun sayangnya tindakan eradikasi adalah tindakan yang enggan dilakukan oleh petani padahal hingga saat ini belum ada varietas padi yang tahan terhadap kedua penyakit tersebut. Akibat munculnya penyakit pada musim sebelumnya, menyebabkan meningkatnya resiko kemunculan penyakit pada musim tanam padi berikutnya.
Beberapa catatan penting dalam mengendalikan hama wereng :
Hanya gunakan pestisida saat populasi hama wereng berada pada ambang ekonomi (AE).
AE adalah Populasi hama maksimum yang dapat ditoleransi pada waktu dan tempat tertentu, tanpa menghilangkan nilai ekonomi hasil panen, yakni kondisi saat kepadatan populasi di mana tindakan pengendalian harus dilakukan untuk mencegah hama peningkatan populasi hama mencapai ambang luka ekonomi.
Menurut Balai Pengkajian Teknologi (BPTP) Jawa Barat (2010) Gagal panen (puso) dapat terjadi bila jumlah serangga lebih dari 20 ekor/rumpun. Oleh karena itu, upaya pengendalian perlu segera dilakukan jika wereng coklat telah mencapai ambang ekonomi (4 ekor/rumpun pada fase vegetatif dan 7 ekor/rumpun pad a fase generatif ).
Kerusakan akibat wereng yang terjadi pada tanaman padi tergantung pada :
1. Populasi awal pada saat migrasi
2. Umur tanaman saat terjadinya migrasi
3. Varietas Padi
4. Keadaan iklim
5. Pemupukan yang tidak seimbang dan
6. Penggunaan pestisida yang tidak benar.
Waktu-waktu terjadinya Hopperburn :
1. Seringkali terjadi pada tanaman padi muda pada umur sekitar 30 hst, yakni bila padat populasi migran di persemaian padi adalah 50 ekor betina makroptera per 25 kali ayunan
2. Hopperburn awal dapat terjadi bila waktu tanam tidak serempak karena perpindahan serangga makroptera dalam jumlah besar dan sawah yang sedang dipanen ke areal yang sedang ditanami. Hopperburn biasanya terjadi setelah fase pembentukan bunga
3. Bila kepadatan imigran 2-5 betina per rumpun pada umur 20-30 hst, maka hopperburn disebabkan oleh keturunannya terjadi pada umur 50 60 hst.
4. Bila pertumbuhan populasi dimulai oleh migran 0,2-0,5 betina per rumpun pada umur 20-30 hst atau kepadatan brakhiptera betina pada umur 50-60 hst yaitu 2-5 ekor per rumpun,
Pengendalian hama wereng setelah mencapai ambang ekonomi maka BPTP Jawa Barat (2010) menganjurkan untuk menggunakan insektisida dengan bahan aktif yang sesuai, yakni seperti bupofresin, fipronil, amidakloprid, karbofuran, atau teametoksan. Yang perlu kita waspadai bahwa beberapa penggunaan pestisida dengan bahan aktif abamectin dan sipemtrin dapat membunuh predator yang berperan memangsa nimfe dan imago wereng batang cokelat. Sehingga di negara Thailand sejak tahun 2011 bahan aktif abmectin dan sipermetrin telah dihentikan penggunaannya sebagai pestisida sebab dinilai menjadi penyebab utama ledakan wereng cokelat padi.

(a)

(b)
Gambar 4 a nimfa yang berekerumun pada batang padi mengawali serangan Hopperburn ; 4 b Terjadinya Hopperburn pada lahan pertanaman padi (http://www.knowledgebank.irri.org/training/fact-sheets/pest-management/insects/item/planthopper diakses 27 April 2018)
Materi penyuluhan pertanian dihimpun dari berbagai sumber sesuai yang disitasikan oleh Eka Rismawina, SP (Admin cyber extention Kabupaten Tabalong dan Penyuluh Pertanian Pertama pada Balai Penyuluhan Pertanian Kelua)
Materi penyuluhan ini juga disampaikan pada siaran Radio Suara Tabalong gelombang 95,4 FM dengan topik Hama Wereng di musim tanam padi 2017-2018, hari Senin tanggal 05 Maret 2018 dan diupload pada cyber extention Keentrian Pertanian menu materi spesifik lokalita Kabupaten Tabalong pada Rabu, 14 Maret 2018
***PPL - Membangun SDM Pertanian***
Comments