IRIGASI LAHAN RAWA LEBAK DENGAN PENERAPAN PRINSIP PENGAIRAN PADI SAWAH SISTEM POMPANISASI INTERMITTE
- Eka Rismawina, SP
- Jul 5, 2017
- 5 min read

Pada dasarnya tanaman padi tidak memerlukan air di sepanjang waktu kehidupannya. Untuk mengetahui waktu-waktu tertentu dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi yang memerlukan air untuk keperluan kehidupannya maka terlebih dahulu perlu kita ketahui tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Berikut ini adalah tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi berdasarkan pernyataan dari Lembaga PhilRice (2011) dan A. Karim Makarim dan E. Suhartatik (2009) serta bahasa lokal setempat yang digunakan oleh petani-petani di WKPP Sei Rukam II Kecamatan Pugaan Kabupaten Tabalong untuk penyebutan beberapa tahapan tersebut:
Tahap 0 : Germination to emergence / benih berkecambah sampai muncul ke permukaan (bahasa lokal setempat: balatik)
Tahap 1 : Seedling stage (pertunasan atau bibit)
Tahap 2 : Tillering (pembentukan anakan)
Tahap 3 : Stem elongation (pemanjangan batang)
Tahap 4 : Panicle initiation to booting / pembentukan malai sampai bunting atau primordia (bahasa lokal setempat: tian laki)
Tahap 5 : Heading / keluarnya bunga atau malai (bahasa lokal setempat: kalacungan)
Tahap 6 : Flowering / pembungaan atau anthesis (bahasa lokal setempat: talah urai-tian bini)
Tahap 7 : Milk grain / gabah matang susu (bahasa lokal setempat: masak susu-banih punggung hijau manyantan)
Tahap 8 : Dough grain / gabah setengah matang (bahasa lokal setempat: banih kuning hujung)
Tahap 9 : Mature grain / gabah matang penuh
Lembaga Philrice (2011) menyebutkan bahwa tanaman padi memerlukan air pada tahap 1 hingga tahap 8. Air yang diperlukan tanaman padi berada dalam kondisi cukup bukan dalam kondisi yang terlalu banyak sebab jika terlalu banyak air justru dapat berdampak terhadap berkurangnya anakan. Setelah melalui tahap 1 di persemaian maka pada saat tanam ketinggian air yang diperlukan tanaman padi adalah sedalam 3-5 cm untuk tahap 2 (tillering) sampai dengan tahap 3 (stem elongation). Sedangkan pada tahap 4 atau primordia ketinggian air yang diperlukan sedalam 5-7 cm.
Sistem Pemberian Air Irigasi Lahan Sawah dengan Intermittent Flow
Jika membahas tentang cara pemberian air ke petak sawah berdasarkan Hansen, O.W Israelsen dan G.E. Stringham (1992) dalam Huda, Donny Harisuseno, Dwi Priyantoro (2012), maka irigasi dapat dilakukan dengan lima cara yaitu :
(1) Penggenangan ( flooding)
(2) Menggunakan alur besar atau kecil
(3) Menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi
(4) Penyiraman (sprinkling), dan
(5) Menggunakan sistem cucuran (trickle).
Selanjutnya secara umum sistem pemberian air untuk tanaman padi baik dengan penggenangan (flooding) maupun alur (furrows) dilakukan dengan :
Mengalirkan secara terus menerus (), atau
Mengalirkan secara berselang ()
Sistem pemeberian air pada tanaman padi secara terputus-putus (intermittent flow system) adalah salah satu cara pemberian air ke petak sawah yang didasarkan pada interval waktu tertentu dengan debit dan luas area yang sudah ditetapkan terlebih dahulu sehingga diperoleh hasil yang optimal. Tahapan pemberian air untuk sistem ini dapat dijelaskan sesuai kutipan dari Huda, Donny Harisuseno, Dwi Priyantoro (2012), yakni sebagai berikut :
Kondisi air macak-macak dibiarkan sampai retak rambut, kemudian diairi lagi sampai macak-macak. Kondisi ini dilakukan selama periode vegetatif dan pertumbuhan anakan (sampai dengan ± 45 – 50 hari setelah tanam). Pengeringan lahan pada periode vegetatif bertujuan untuk menciptakan aerasi yang baik di daerah perakaran sehingga merangsang pertumbuhan anakan.
Apabila jumlah anakan terlalu banyak, dari aspek pengairan umumnya ada dua cara untuk mengurangi jumlah anakan yakni:
a. Digenangi sampai 3 cm selama beberapa hari (disawah tadah hujan), atau
b. Dikeringkan sampai tanahnya retak beberapa hari (di lahan beririgasi)
3. Pada saat penyiangan, air irigasi diberikan genangan 2 cm untuk memudahkan operasi alat penyiangan. Setelah penyiangan selesai biasanya sawah dibiarkan menjadi macak-macak dengan sendirinya.
4. Pada waktu mulai fase pembungaan (±51–70 HST) dan pengisian bulir sampai masak susu (±71–95 HST), sawah diari dan terus dipertahankan macak-macak.
5.Pada fase pematangan bulir sampai panen (±95–105 HST), sawah dikeringkan. Pengeringan pada periode pematangan bertujuan untuk mempercepat dan menyeragamkan proses pematangan bulir padi.
Penerapan Prinsip Pengairan Sistem Pompanisasi Intermitten pada Sawah di Lahan Rawa Lebak
Lahan rawa lebak di daerah selatan Kabupaten Tabalong yang ditanami padi umumnya tidak memiliki galangan, sehingga petani seringkali cukup kesulitan untuk melakukan pengairan. Air yang diberikan pada suatu petak sawah di lahan rawa lebak tanpa galangan tidak memiliki sesuatu pun yang menahan air pada saat pengairan, akibatnya pengairan yang dilakukan menjadi tidak efisien.
Selain tidak adanya galangan, kendala lain yang ditemui pada budidaya padi di lahan rawa lebak adalah kesulitan dalam memperoleh sumber air karena umumnya budidaya padi pada lahan rawa lebak di selatan kabupaten Tabalong dilakukan pada saat musim kemarau. Waktu budidaya yang dilakukan pada musim kemarau ini memang sudah turun temurun dilakukan oleh petani di WKPP Sei Rukam II Kecamatan Pugaan Kabupaten Tabalong. Hal ini cukup wajar karena lokasi tersebut termasuk ke dalam kategori lahan rawa lebak. Sebab pada waktu ini air yang menggenangi area ini dari watun 1 hingga watun 3 yang tadinya serupa dengan danau menjadi sehamparan lahan luas dan kering yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya padi sawah.
Kendala dalam memperoleh sumber air ini dapat dipecahkan bagi area persawahan lahan rawa lebak yang lokasinya cukup berdekatan dengan sungai. Sumber air untuk keperluan pengairan padi sawah dapat diambil dengan sistem pompanisasi yang disedot dari sungai terdekat dengan menggunakan pompa 6 inchi yang dipasang pada rakit bambu yang mengapung di atas sungai.
Sedangkan untuk menahan air agar pengairan pada suatu petak sawah di lahan rawa lebak dapat menjadi lebih efisien dapat digunakan pagar plastik yang dipasang keliling sesuai luas petak lahan sawah yang akan diairi.

Dengan pagar plastik ini maka pengairan di lahan rawa lebak tanpa galangan dapat menjadi lebih efektif dan efisien karena berfungsi sebagai pengganti galangan. Demikian teknologi sederhana yang diterapkan untuk budidaya tanaman padi oleh petani-petani di lahan rawa lebak WKPP Sei Rukam II Kecamatan Pugaaan Kabupaten Tabalong selama terjadi musim kemarau panjang. Lokasi yang ada pada foto-foto tersebut berhasil panen dengan hasil ubinan ukuran 2,5m x 2,5m pada lahan dengan tata laksana tanam Legowo 4:1 dan nilai produktivitas yang dilakukan secara swadaya oleh Penyuluh Pertanian dan diantaranya ada yang didampingi oleh Mantri Statistik Kecamatan Pugaan yakni :
Kelompoktani Karya Membangun : 4,75 kg dan 4,6 kg (Pv 7,6 t/Ha dan 7,36 t/Ha GKP)
Kelompoktani Suka Makmur : 4,32 kg (Pv 6,912 t/Ha GKP)
Kelompoktani Sejahtera : 5,8 kg (Pv 9,28 t/Ha GKP)
Kelompoktani Al Barokah : 4,6 kg (7,36 t/Ha GKP)
Kelompoktani Telaga Biru : 4,2 kg dan 4,8 kg (6,72 t/Ha dan 7,68 t/Ha)

Nilai produktivitas yang cukup tinggi tersebut diperoleh pada saat banyak lokasi lain di sekitar desa tersebut tidak dapat dipanen karena mengalami kekeringan. Akhirnya, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi inspirasi untuk pengembangan inovasi teknik pengairan di lahan rawa lebak yang lebih baik lagi di masa mendatang. Foto-foto pada artikel ini merupakan dokumentasi pribadi PPL WKPP Sei Rukam II yang diambil pada saat terjadi kemarau panjang tahun 2015 di lahan rawa lebak bagian selatan Kabupaten Tabalong.

Photo credit : Wina PPL (2015) "mohon sertakan sumber jika anda ingin menggunakan foto-foto ini"
Sumber Literatur
A. Karim Makarim dan E. Suhartatik. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukabumi. Subang.
Huda, M. Nurul , Donny Harisuseno, Dwi Priyantoro. Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi sebagai Dasar Penyusunan Jadwal Rotasi pada Daerah Irigasi Tumpang kabupaten Malang. Jurnal Teknik Pengairan. Volume 3, Nomor 2, Desember 2012, hlm : 221–229.
PhilRice. 2011. Growth Stages of The Rice Plant. www.pinoyrkb.com. Diakses bulan Agustus 2017.
Penulis artikel ini adalah Eka Rismawina, SP yang merupakan Penyuluh Pertanian Lapangan sejak tahun 2011 hingga sekarang dan kini diberi tugas untuk membina WKPP Sei Rukam 2 dan Jirak Kab.Tabalong Kalimantan Selatan.
Commentaires